Pengusaha listrik yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Listrik Seluruh Indonesia (APLSI) kecewa dengan ditolaknya subsidi Energi Baru Terbarukan (EBT) oleh Badan Anggaran DPR-RI.
DPR menolak pemberian subsidi EBT yang diajukan pemerintah sebesar Rp 1,1 triliun pada tahun depan.
Penolakan ini dinilai akan berdampak panjang bagi masa depan
kedaulatan energi dan komitmen kerjasama internasional di bidang
lingkungan.
Hal tersebut diutarakan Ketua Harian APLSI Arthur Simatupang di Jakarta.
“Bagaimana dengan komitmen Indonesia untuk menurunkan gas emisi kaca
pada tahun 2030 sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen
dengan bantuan atau kerjasama internasional pada pertemuan COP 21
tentang perubahan iklim,” jelas dia dalam keterangannya, Kamis
(22/9/2016).
Dia mengatakan, pemerintah sudah seharusnya
mendorong realisasi pengembangan Energi Terbarukan secara besar-besaran.
Sebab dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), di sana juga telah dipatok
target porsi Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen dalam
bauran energi hingga 2025.
“Untuk mencapai target itu, salah satu kebijakan yang diperlukan adalah subsidi EBT,” pungkas Arthur.
Sejalan dengan Arthur, Wakil Bendahara Umum APLSI Rizka Armadhana mengatakan, pihaknya sangat menyesalkan penolakan subsidi itu.
“APLSI sangat menyesalkan subsidi energi terbarukan ditolak Banggar,” ujar dia.
Dikatakannya, pengembangan EBT sangat penting dan strategis bagi
kedaulatan energi nasional. Sebab itu, DPR dan pemerintah diharapkan
bisa menawarkan skema insentif atau pembiayaan lain untuk menjaga
ketahanan energi nasional.
“Ada skema insentif lain misal perpajakan atau dana ketahanan energi seperti sawit untuk mendukung EBT,” ujar Rizka.
Pihaknya juga mengusulkan alternatif subsidi. “Misalnya seyogyanya
pengembangan EBT di satukan ke dalam anggaran subsidi PLN, seperti
energi primer lainnya (gas/diesel) dan tidak dipisah-pisahkan,” pungkas
dia.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) mengajukan subsidi kepada Badan Anggaran (Banggar) DPR untuk EBT
dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2017.
Subsidi
ini untuk memuluskan subsidi energi yang sumbernya tidak pernah habis,
seperti matahari, aliran panas bumi, geoterma, dan sebagainya.
Kementerian mengajukan subsidi sebesar Rp 1,1 triliun dengan catatan
kurs rupiah berada di level Rp 13.500 per US$. Namun, Banggar memutuskan
menolak subsidi itu.
(sumber : http://bisnis.liputan6.com/read/2608160/pengusaha-kecewa-dpr-tolak-subsidi-energi-baru-terbarukan )